Tuesday, November 15, 2011

Lagi Flashback

Dulu pulang sekolah jam 12, tapi kadang sering kabur juga. Waktu itu kelas 2 dan kelas 3 masuk pagi, kelas 1 baru masuk jam 12.30. Saya bisa kabur dengan teman yang lain pura-pura jadi kelas satu dengan menutupi pangkat yang ada di krah baju seragam kerah garis 2 waktu kelas 2. Tas kami bawa di depan, supaya tak mudah dikenali dari belakang, terutama satpam kami yg berkumis tebal, tegap, tapi ramah meski telah tua, pak Edi.

Kelas 2 smp itu, sudah banyak dari kami terkominasi virus rental playstasion. Pun dengan saya. Di kelas 2 semester awal terutama, malah sampai kenaikan kelas, juga kelas 3 seingat saya sampai ujian kelulusan, cukup addicted pada Winning Eleven, HMBTN, DMW 3, dll (tamiya, dan sedikit yg lain). Baru ketika di SMA, mulai main PS2 kadang dengan teman atau malah adik. Ongkos dan jajan tidak dipakai, dipakai buat main di rental. Pulang sore sering main dari jam 1 sampai jam 4 atau 5, sampai dapat maag. Dari sekolah ke rental jalan bareng teman, dia naik angkot mana aku lanjut ke rental. Habis bermain, ritualnya pake sepatu dekat orang2 ngobrol do warung, pulang menyusuri gang sampai jalan raya lalu ke rumah. Cukup jauh berjalan kaki, sampai mungkin 30 menit lebih. Dari situ dapet kenalan juga teman seumuran, banyak ada Panca, Adit, lalu yang lain seperti Eman, Asep, seorang cina aku lupa dan adik kelasku juga ada namanya aku sih lupa. Kami akrab, beberapa tidak. Banyak juga orang dewasa bermain di rental itu, ada yang punya anak SD juga. Akrablah aku dengan pemilik rental Bapak Ibu berumur tua sering dipanggil Uwa, masih ingat jelas rupa mereka. Mereka dulu hafal juga padaku. Aku dulu ngakunya berumah di kawasan itu juga padahal bukan. Anak pemilik rental ada 3 yang 2 tertua udah lulus kuliah mas Eko dan Edi gemar main PS. Satu lagi cewe manis masi SMA waktu aku SMP Bunga atau siapa lupa, mungkin Neng. Kadang Minggu juga berangkat, disangka mau ke gereja, karena pakai kemeja. Padahal gak deket rumah itu rental, lumayan jauh. Di suatu kawasan dekat pasar, yang kini ada mall besar. Aku tinggal di bagian utara kecamatan yang sama itu, lalu bahkan pindah ke kota lain 2x. Jadi, harus naik angkot.

Selain terjebak di dunia rental PS, aku dan teman-teman gemar naik kereta seperti yang ada di postingan dulu. Itu dari kelas 1, waktu tau sekolah SMP sangat menarik beda jauh dengan SD. Dekat stasiun, teman cewe cantik-cantik. Teman-teman asyik asyik. Di kelas 2 kadang bergerombol ke stasiun, berkelompok tiap kelas atau gabungan. Gak semua ku kenal, beberapa agak sombong jarang interaksi denganku, atau mungkin aku yang sombong, wajar itu ego anak sekitar 13 taunan. Temanku ada yang sembunyi sembunyi ngeroko dua atau tiga orang, angga toni dani. Tempat ngeroko di stasiun paling ujung trayek kereta. Mereka malah sembunyikan roko di kusen gudang yang jarang disambangi dekat stasiun, waspadai razia.

Sampai ku pindah dekat stasiun yang sebelahan langsung dengan stasiun dekat sekolah. 5 kilometer atau kurang jarak kedua stasiun di rel. Tapi 3 atau 4 x lipat jaraknya dengan motor atau mobil. Berangkat pagi lewat sawah, awalnya ke jalan raya naik angkot oren seperti biasa dengan ongkos sekitar seribu. Lalu terbiasa tunggu kereta di stasiun kecil itu, sekitar jam 06.00 kurang beberapa menit 10-20 atau kadang lebih dari jam 06.00. Aku gemar diam di pintu, tertiup angin jelas liat pemandangan sawah dan bukit. Nangkel istilahnya, ada anak smp lain sering bareng nangkel di gerbong lain. Teman satu sekolah pun kadang naik bersama.

Suatu hari aku pernah jatuh dari pintu karena salah perhitungan. Untung tidak terluka parah, hanya terbentur dikit. Waktu itu kereta berhenti ku turun membelakangi pintu keluar. Keluar mundur tapi jauh. Penjaga kantin sekolah saat itu si Emak, entah gimana tau aku sering naik kereta KRD mungkin karena selalu datang sekolah pagi atau apa. Dia bilang hati-hati kalau naik kereta, tadi pagi depan rumahnya anak STM jatuh dari kereta, bocor kepalanya. Aku juga naik kereta itu, seingatku anak STM di stasiun pagi itu emang lebih ramai dari biasanya, pasti karena temannya yang jatuh.

Awalnya sebelum bearngkat sekolah naik kereta, aku coba pulang sekolah naik itu kereta. Di jadwal resmi stasiun, kereta arah Barat datang jam 1. Aku pun setia naik itu kereta tiap jam satu, seringnya memang ngaret atau malah juga dibatalkan beberapa kali. Naik angkot ke rumah waktu itu lebih dari setengah jam, naik kereta gak sampai 10 menit. Rumah ku agak jauh dari jalan raya atau stasiun kecil itu, sekitar satu sampai 2 km mungkin. Dari rutinitas pulang sekolah naik KRD itu aku dapat teman baru, Fatah atau siapa lupa yang sekolah di Kota besar dan rumah dekat stasiun paling Barat. Dijaraki stasiun dekat rumah baruku dengan stasiun kota dekat sekolahku, dan 3 stasiun lagi untuk ke Stasiun besar itu. Stasiun yg namanya dapat ditemui di tiap jalan raya pada angkot ibukota DT I itu.

Kami sering berbagi lawang pintu, di gerbong paling depan. Kadang ditagih kondektur, gak usah kasih, kasih 500 juga mau. Mestinya 1000 kalau dewasa.

Untuk tunggu sampai jam 1 siang itu, aku habiskan waktu dan uang receh di tempat bermain Arcade atau PG atau Pideo Game a.k.a ding dong sekitar 300 m mungkin dari stasiun kota itu atau kurang. Dekat sebuah taman dan juga pintu gerbang kereta. Dengan uang 500 bisa ditukar dengan 4 logam 100 keluaran taun 70an yang besar, yang jadi token mesin game arcade itu. Game yang ku ingat Star Gladiator dan Super Shot Soccer '94 dan game pesawat berjudul aku lupa. Selain anak smp ku sering juga bermain disana pengamen pengisap lem aibon. Sebelum main mesin game, ritual kami menukarkan uang ke empunya tempat. Sepasang suami istri cukup muda, istrinya agak gendut tapi manis sering dengan daster atau rok dan kaos dengan anak balita. Ada juga anaknya masih SD yang sering dimarahi. Suaminya kadang ada disitu, pernah ketemu di stasiun juga bertampang sangar bertattoo dan kulit albino.
Aku pakai jam saat itu, jadi tiap mau jam 1 suka tinggalkan tempat berjalan ke stasiun atau bahkan lari pas kereta sudah datang. Sampai pernah jatuh berdarah di dengkul. Untuk bisa ke tempat game itu memang harus lewat bukit batu balas atau split yg tingginya sampai 3 atau mungkin 5 meter. Ada sebuah studio musik kecil yang laris karena saat itu jarang dinamai dari vocab sepakbola Itali.

Indah menyenangkan tapi banyak yang belum diceritakan dari pengalamanku medio 2003 itu, lanjut lagi nanti...

___________________________________________________________________11/14/2011


update 5/5/2012

 

No comments:

Post a Comment

komentari dengan santun dan hati